Jumat, 20 Desember 2013

PENGENALAN FORMULASI DAN ALAT APLIKASI PESTISIDA

Pendahuluan
Sistem budidaya tanaman di Indonesia menganut prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang dinyatakan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1992. Dalam pelaksanaannya penggunaan pestisida untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah merupakan alternative terakhir dan digunakan secara benar dan bijaksana.
Memperhatikan pentingnya peran pestisida dalam pengelolaan hama/penyakit tanaman, terutama dalam operasionalnya dilapangan, maka dipandang perlu bahwa seluruh petugas lapangan yang terlibat dalam perlindungan maupun petugas lapang lain yang berhubungan dengan penggunaan pestisida untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek dari pestisida itu sendiri. Hal ini dirasa sangat perlu karena pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Namun demikian disadari pula bahwa pestisida dapat memberikan manfaat yang sangat besar, oleh karena itu dalam pengelolaannya harus diusahakan agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.
Harus diakui bersama bahwa sampai saat ini pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida adalah cara yang paling sering digunakan oleh petani karena dianggap paling mampu menyelamatkan kehilangan hasil dari gangguan OPT, disisi lain petani pada umumnya kurang bahkan tidak menyadari bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan terhadap manusia dan lingkungan hidup. Dewasa ini kasus mengenai kecelakaan/keracunan, residu dan pencemaran lingkungan serta timbulnya masalah resistensi dan resurjensi menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Berbagai kasus tersebut dapat timbul sebagai akibat dari terbatasnya pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan pestisida dilapangan.



Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest ( jasad pengganggu) dan cidal ( mematikan), jadi secara umum dapat didenfinisikan sebagai bahan yang dipergunakan untuk mengendalikan/mematikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest yang langsung maupun tidak langsung dapat merugikan kepentingan manusia.
Pengertian pest disini umumnya tidak mencakup jasad renik dan jasad lain yang menyebabkan penyakit pada manusia atau hewan. Bahan untuk membunuh jasad-jasad panyebab penyakit pada manusia atau hewan tidak disebut sebagai pestisida melainkan lazim disebut obat. Jadi yang termasuk pest dalam pengertian diatas antara lain adalah jasad-jasad yang merupakan hama dan penyakit yang merusak tanaman dan hasil pertanian.
Menurut Peraturan Pemerintah No.7/1973, pestisida didefinisikan sebagai zat kimia atau bahan lain dan jasad renik serta virus yang digunakan untuk:
• Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian pertanaman atau hasil-hasil pertanian;
• Memberantas rerumputan;
• Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan;
• Mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, tidak termasuk pupuk;
• Memberantas atau mencegah hama hama luar pada hewan piaraan dan ternak;
• Memberantas dan mencegah hama-hama air; memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
• Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan peransang tumbuh, bahan lain serta organisme renik atau virus yang digunakan antara lain untuk melindungi ( melakukan perlindungan ) tanaman dari gangguan OPT.
Senyawa pestisida hasil industri umumnya merupakan senyawa yang relative murni yang dikenal dengan istilah bahan teknis yang terdiri dari senyawa bahan aktif dan beberapa senyawa lain yang dikenal dengan istilah pengotor ( impurities)
Bahan teknis pada umumnya tidak digunakan secara langsung untuk pengendalian OPT karena relative sulit mengaplikasikanya, cenderung menimbulkan peracunan dan harganya sangat mahal. Senyawa yang relatif murni ini pada umumnya tidak dapat melekat dengan baik atau menyebar merata pada permukaan sasaran, serta dapat menimbulkan kerusakan dalam penyimpanan baik dari segi keamanan maupun ketahanannya. Untuk membatasi hal-hal seperti disebutkan diatas, maka pestisida digunakan dalam bentuk campuran atau senyawa pestisida dengan bahan lain (formulan) yang dikemudian dikenal sebagai formulasi pestisida. Jadi formulasi pestisida adalah campuran antara bahan aktif, pengotor dan formulan. Pada umumnya pestisida yang diperdagangkan dan dipergunakan oleh masyarakat pemakai pestisida adalah dalam bentuk formulasi pestisida yang dapat digunakan secara langsung atau setelah diencerkan.

Formulasi Pestisida
Secara umum formulasi pestisida dapat digolongkan dalam 2 (dua) golongan besar yaitu formulasi cair dan formulasi padat. Formulasi cair biasanya terdiri dari bahan aktif, pelarut dan bahan tambahan seperti pengemulsi, perata, perekat dll, sedangkan formulasi padat umumnya mengandung bahan aktif, bahan pembawa (carier), pembasah dan perata.
Formulasi cair, terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah:
• Pekatan yang dapat diemulsikan (EC/Emulsifiable Concentrate), yaitu formulasi cair yang dibuat dengan melarutkan bahan aktif dalam pelarut tertentu dan dengan menambahkan satu macam atau lebih surfactant atau pengemulsi. Pelarut yang digunakan biasanya adalah xilen, nafta atau kerosene. Formulasi ini biasa digunakan dicampur dengan air dan akan segera menyebar berupa butir-butir sangat kecil yang tersebar dalam air. Bila campuran ini dibiarkan terlalu lama maka akan terbentuk dua larutan yang terpisah, oleh karena itu bila telah bercampur dengan air, pestisida ini harus segera diaplikasikan/digunakan.
• Pekatan yang larut dalam air (WSC/SCW/Water Soluble Concentrate), merupakan formulasi cair yang terdiri dari bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut tertentu (organik) yang dapat bercampur dengan air itu sendiri atau air itu sendiri sebagai pelarut.
• Pekatan dalam air (AC/Aqueous Concentrate), merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan dalam air. Biasanya adalah bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air seperti asam 2,4 – D atau 2,4 dichlorofenoksiasetat.
Formulasi Padat, terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah:
• Tepung yang dapat disuspensikan (WP/Wetable Powder atau DP/Dispersible powder), adalah tepung kering yang halus, yang apabila dilarutkan dalam air akan membentuk suspensi. Apabila bahan aktif berupa padatan, maka bahan aktif tersebut ditumbuk halus dan kemudian dicampur dengan bahan pembawa inert yang sesuai, misalnya tanah liat. Apabila bahan aktif berupa cairan, maka bahan aktif tersebut disemprotkan pada bahan pembawa yang kering. Besar partikel tepung biasanya tidak lebih besar dari 45 mikron.
• Tepung yang dapat dilarutkan (SP/Soluble Powder), formulasi ini hampir sama dengan formulasi WP, tetapi bahan aktif maupun bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini dapat langsung larut dalam bahan cair sebagai pengencer, yang umumnya adalah air.
• Butiran (G/Granular), dalam formulasi pestisida butiran, bahan aktif dicampur dengan, dilapisi oleh atau menempel pada bagian luar dari bahan pembawa yang inert, seperti tanah liat, pasir, atau tongkol jagung yang ditumbuk. Formulasi butiran digunakan langsung dengan menebarkannya tanpa dicampur dengan bahan pengencer. Kadar bahan aktif pada formulasi ini berkisar antara 1 – 40%.
• Debu (D/Dust), pestisida dalam bentuk debu terdiri dari bahan pembawa yang kering dan halus, yang mengandung bahan aktif 1 -10 persen, ukuran partikelnya berkisar lebih kecil dari 75 mikron. Formulasi ini biasanya digunakan dengan alat khusus yang disebut duster, aplikasinya tanpa dicampur dengan bahan lain dan dimanfaatkan untuk mengatasi pertanaman yang berdaun rimbun/lebat, karena partikel debu dapat masuk keseluruh bagian pohon.
Jenis Pestisida, ditinjau dari jenis jasad sasaran penggunaan pestisida dibedakan menjadi
beberapa jenis antara lain:
Akarisida                  : untuk tungau
Algisida                     : untuk algae/ganggang
Avisida                      : untuk burung
Bakterisida                : untuk bakteri
Fungsida                    : untuk jamur/cendawan/fungus
Herbisida                   : untuk gulma/tumbuhan pengganggu
Insektisida                  : untuk serangga/insekta
Moluskisida                : untuk moluska/binatang bertubuh lunak, siput, keong dll
Nematisida                 : untuk cacing nematoda
Pisisda                       : untuk ikan predator
Rodentisida                : untuk binatang pengerat khususnya tikus
Zat Pengatur Tumbuh : untuk mengatur pertumbuhan bagian tanaman
Ovisida                      : untuk diarahkan pada stadia telur
Larvisida                   : untuk diarahkan pada stadia larva
Senyawa lain yang karena kegunaannya dimaksudkan untuk membantu tercapainya tujuan pengguanaan pestisida disebut Ajuvan, jenisnya adalah antara lain
• Bahan Penyebar ( dispersing agent), untuk meningkatkan daya sebar pestisida pada bidang sasaran
• Bahan Perata ( spreading agent ), untuk memperbaiki daya merata pestisida pada bidang sasaran.
• Bahan Perekat ( sticker), untuk meningkatkan daya rekat
• Bahan pembasah ( wetting agent ), untuk meningkatkan daya membasahi
• Bahan untuk membantu daya terobos (masuk) kedalam jaringan tanaman, umumnya dipakai pada herbisida yang sistemik.

Wadah dan label
Setiap pestisida harus diberi pembungkus/wadah dan label, sesuai dengan SK Mentan No. 429/Kpts/Um/9/1973 yang secara umum berarti sbb:
Setiap pestisida harus terdapat didalam wadah dengan ukuran dan dibuat dari bahan sebagaimana yang ditetapkan dalam pembarian izin. Dengan demikian setiap jenis pestisida yang resmi tempat/wadahnya sudah ditentukan sejak pestisida tersebut didaftarkan. Artinya membuat kemasan baru tidaklah dapat dilakukan oleh sembarang pihak karena alasan peraturan yang berkaitan dengan keamanan dari pestisida tersebut.
Keterangan-keterangan mengenai pestisida dalam bentuk label ditempelkan pada wadah dengan kuat. Seluruh keterangan pada label harus dicantumkan dalam bahasa Indonesia, tanda peringatan harus dicetak dengan jelas, mudah dilihat serta tidak dapat dihapus.
Keterangan dalam label terdiri dari a.1:
• Nama dagang formulasi, nama umum atau nama kimia dan kadar bahan aktif
• Jenis pestisida
• Nomor izin pendaftaran dan alamat pemengang izin
• Kalimat “ BACALAH PETUNJUK PENGGUNAAN”
• Tanda peringatan bahaya berikut keterangannya
• Kalimat peringatan dan petunjuk bagi keamanan pemakai, konsumen dll
• Gejala dini keracunan, petunjuk pertolongan pertama, antidote dan petunjuk perawatan dokter
• Penggunaan ( nama jasad sasaran, tanaman, dosis, fitotoksisitas dsb)

Penggunaan Pestisida
Dalam pemakaian pestisida perlu dipahami pengertian dari istilah “penggunaan pestisida yang benar dan bijaksana”, karena barang yang akan digunakan adalah zat beracun yang mempunyai efek tidak saja terhadap pengguna/operator/pemakai, tetapi juga mempunyai efek terhadap yang lain yaitu konsumen hasil pertanian, lingkungan dan jasad hidup lain yang bukan merupakan jasad sasaran.
Penggunaan pestisida yang benar adalah:
�� yang memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku yaitu hanya pestisida yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian yang boleh digunakan.
�� petani/pamakai memiliki pengetahuan praktis aplikasi pestisida
�� Penerapannya telah dikonsultasikan dengan petugas pertanian setempat.
Penggunaan pestisida secara bijaksana, dalam penerapan konsepsi PHT pestisida digunakan sebagai alternative terakhir setelah pengendalian dengan cara lain dinilai kurang efektif atau tidak dapat diterapkan, atau dapat dilakukan secara kompatibel dengan cara pengendalian yang lain. Oleh karena itu penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijaksana yang memenuhi criteria 5 (lima) tepat yaitu tepat jenis dan mutu, tepat waktu, tepat konsentrasi, tepat dosis dan tepat cara.
Tepat Jenis dan mutu, denan memperhatikan hal-hal sebagai berikut
�� Menggunakan pestisida yang terdaftar/diizinkan
�� Efektif terhadap jasad sasaran, daya racun rendah, mudah terurai, selektif
�� Wadahnya asli dan masih baik, dengan memperhatikan label yang lengkap
�� Masih berlaku/tidak kadaluarsa Tepat waktu, ditentukan dengan memperhatikan:
�� Ambang pengendalian yang berlaku
�� Stadia jasad sasaran yang paling peka
�� Stadia pertumbuhan tanaman yang diaplikasi
�� Keadaan cuaca yang memungkinkan
Tepat konsentrasi, jasad pengganggu tanaman dapat dikendalikan secara baik dengan pestisida pada konsentrasi cairan semprot yang dianjurkan sesuai alat aplikasi yang akan digunakan. Konsentrasi pestisida dinyatakan dalam volume formulasi pestisida di dalam satu liter air.
Tepat dosis, konsentrasi yang tepat sangat berhubungan dengan dosis aplikasinya. Dosis aplikasi dinyatakan dengan banyaknya bahan aktif pestisida yang digunakan pada areal seluas satuan tertentu atau banyaknya cairan semprot per satuan luas tertentu
Tepat cara, hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:
�� Menggunakan aplikasi yang tepat sesuai bentuk dan jenis formulasi
�� Memperhatikan keberadaan/tempat jasad sasaran yang dituju
�� Cuaca terutama arah angin, agar keselamatan operator terjamin maka penyemprotan harus dilakukan tidak berlawanan dengan arah angin.

Daya racun dan potensi bahaya pestisida
Karena pestisida pada umumnya adalah biosida bersifat racun terhadap OPT tetapi juga bersifat racun terhadap manusia ternak, ikan dan organisme bukan sasaran lainnya, maka untuk menilai potensi bahaya pestisida terhadap manusia digunakan hewan mamalia umumnya tikus, kelinci dan anjing sebagai hewan percobaan dalam mengukur kemampuan daya racun pestidida, daya racun (toksisitas) yang dinilai adalah racun akut, sub akut (jangka pendek) dan kronik ( jangka panjang). Biasanyan untuk daya racun akut
dinyatakan dalam LD 50 oral ( mulut) dan dermal (kulit).
Dengan mempertimbangkan daya racun inilah diantaranya batas waktu aplikasi pestisida terakhir pada pertanaman ditetapkan. Secara umum batas akhir penggunaan pestisida pada pertanaman adalah 2 (dua) minggu sebelum panen, dan ini hanya berlaku untuk insektisida cair yang diaplikasikan dari atas pertanaman. Sedangkan untuk insektisida butiran, apalagi yang cara kerjanya sistematik, batas waktu pemakaian haruslah lebih panjang/lama dari masa panen karena pertimbangan daya racun yang tinggi dan masa terurainya didalan tanah yang relative lama.
Berdasarkan nilai LD 50 oral dan dermal pada mamalia, criteria toksisitas pestisida dibagi dalam 4 (empat) golongan seperti dibawah ini:

        Bentuk cairan                          Bentuk padatan
                                                                                             Daya racun
                                       (ppm)
<20                     < 40               < 5               < 10               Sangat tinggi
20 -200             40 – 400         5 – 50        10 – 100                 Tinggi
200 – 2000    400 – 4000       50 – 500   100 – 1000                Sedang
> 2000              > 4000            > 500          > 1000                   Rendah

Untuk menilai potensi bahaya pestisida terhadap kehidupan perairan khususnya ikan, parameter yang digunakan dalam menilai daya racun pestisida tersebut adalah LC 50 96 jam ( Lethal Concentration 50 dalam jangka waktu 96 jam) yaitu: konsentrasi pestisida dalam air yang dalam jangka waktu 96 jam mematikan 50 persen dari populasi ikan yang diberi perlakuan.

Tanda dan gejala keracunan pestisida
Keracunan pestisida pada manusia bersifat sangat khas tergantung dari jenis/golongan pestisida yang menyebabkan keracunan pestisida berdasarkan golongan pestisida penyebabnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pestisida golongan khlorhidrokarbonn golongan ini bekerja mempengaruhi system saraf pusat tetapi cara kerjanya tidak diketahui dengan jelas. Gejala khas keracunan adalah: sakit kepala, rasa berpusing, mual, muntah muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang dan kesadaran hilang. Pestisida yang termasuk golongan khlorhidrokarbon adalah a.1 : diedri 20 EC (diedrin); Sevidan 70 WP, fanodan 35 EC,
Thiodan 35 EC (endosulfan) dll.
b. Pestisida gol. Organofosfat, apabila pestisida ini masuk kedalam tubuh, maka akan berikatan dengan enzim kholinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur bekerjanya saraf, jadi bila enzim ini terikat pestisida meka enzim tersebut tidak akan dapat melaksanakan tugasnya, sehingga saraf dalam tubuh terus menerus mengirimkan perintah kepada otot tertentu untuk terus bergerak tanpa terkendali. Gejala khas lainnya
adalah pupil mata mengecil, mata berair, mulut berbusa/banyak mengeluarkan air liur, berkeringat, detak jantung cepat, kejang pada perut, mencret, sukar bernafas, lumpuh dan pingsan. Pestisida yang termasuk golongan ini a.1: Basudin 60 EC, Neocidol 40 WP ( diazidon); Perfektion 400 EC, dimacide 400 EC ( dimacide); Dursban 20 EC,Basmiban 200 EC (khlopirifos); Azodrin 15 WSC, Gusdrin 150 WSC, Nuvacron 20 SCW ( monocrotofos)dll.
c. Pestisida golongan karbamat, cara kerja pestisida karbamat sama dengan gol Organofosfat yaitu menghambat kerja enzim kholinesterase, tetapi pengaruh pestisida karbamat terhadap enzim ini berlangsung agak cepat/singkat karena pestisida karbamat ini akan segera terurai didalam tubuh. Tanda dan gejala keracunan yang disebabkan oleh golongan pestisida karbamat juga sama dengan gol. Organofosfat. Formulasi
pestisida yang termasuk gol. Karbamat al adalah: Temik 10 G (aldikarb); Bassa 50 EC, Hpcin 50 EC. Baycarb 500 EC Indobas 500 EC, Kiltop 50 EC, Dharmabas 50 EC (BPMC); carbavin 85 WP, Sevidan 70 WP (karbaril); furadan 3 G, Curaterr 3 G (karbofuran); Lannate 25 WP (metomil) dll.
d. Pestisida golongan /senyawa dipiridil, senyawa ini dapat merusak jaringan ephitel dari kulit, kuku, saluran pernapasan & pencernaan. Tanda dan gejala keracunan oleh senyawa ini selalu terlambat diketahui karena akan muncul 24-72 jam setelah keracunan, itupun gejala yang nampak baru berupa mual, muntah dan diare sebagai akibat iritasi/peradangan pada saluran pencernaan . 72 jam kemudian gejala keracunan
meningkat peda kerusakan ginjal seperti kreatinin lever. 72 – 24 hari kemudian barulah nampak kerusakan pada paru paru. Formulasi pestisida yang termasuk gol. Dipiridil diantaranya adalah : Gramoxone*, Herbatop 200 AS*, Para – col*
e. Pestisida gol. Arsen, Keracunan pestisida ini biasanya melalui mulut walaupun bisa juga melalui kulit atau pernapasan. Tanda dan gejala keracunan akut pestisida gol. Arsen diantaranya adala nyeri pada perut, muntah dan diare, sedangkan gejala sub akutnya berupa sakit kepala, pusing dan banyak keluar ludah. Contoh pestisida gol. Arsen diantaranya adalah Koppers F.7, Kemirin 72 P dll.
f. Pestisida golongan Antikoagulan, Golongan ini bekerjanya menghambat pembekuan darah dan merusak jaringan pembuluh darah. Hal ini akan mengakibatkan pendarahan terutama terjadi didalam bagian dalam tubuh. Tanda dan gejala keracunan pestisida gol. Antikoagulan ini adalah meliputi rasa nyeri pada punggung, lambung dan usus, muntah muntah, pendarahan pada hidung, air kencing, gusi, timbul bintik merah pada kulit, terdapat lebam pada bagian lutut, sikut dan pantat dan terjadi kerusakan hebat pada ginjal. Contoh formulasi pestisida golongan Antikoagulan ini diantaranya adalah ; klerat RMB ( brodifacoum), Diphacin 110 (difacinon), Racumin 2 OC (kumatetralil) dll.

Petunjuk Pertolongan Pertama
Apabila gejala keracunan sudah mulai dirasakan betapapun ringannya, segeralah berhenti bekerja dengan pestisida dan pergilah kedokter dengan membawa label pestisida yang telah menimbulkan keracunan tersebut dan segera tunjukan kepada dokter yang akan memeriksa sipenderita, dengan demikian dokter akan mengetahui dengan pasti tindakan pengobatan/perawatan apa yang paling tepat dilakukan untuk menolong sipenderita keracunan tersebut.
Dalam hal kulit atau pakaian terkena pestisida, segeralah cuci dengan sabun dan gunakan air bersih yang banyak. Apabila mata yang terkena cairan pestisida, segeralah mata tersebut dicuci dengan air bersih selama 15 menit atau lebih secara terus menerus, kemudian tutup mata tersebut dengan kapas steril yang dilengketkan dengan kain perban.
Apabila pestisida terisap melalui pernapasan, segera bawa penderita ketempat terbuka yang segar, longgarkan pakaian yang ketat dan baringkan dengan posisi dagu agak terangkat keatas supaya dapat bernapas dengan baik. Bila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, usahakan pemuntahan dengan memberikan air hangat sebanyak satu gelas dan satu sendok garam dapur atau dicolek dengan jari yang bersih pada tenggorokan bagian dalam dari si penderita. Pada waktu penderita muntah, usahakan wajahnya menghadap kebawah agar muntahan tidak masuk kedalam paru-paru. Jika penderita kejang-kejang atau tidak sadar atau penderita telah menelah bahan yang mengandung minyak bumi, jangan dilakukan usaha pemuntahan.

RESIDU PESTISIDA
Seluruh pestisida yang diaplikasikan akan terurai dialam, permasalahannya adalah waktu yang diperlukan untuk penguraian itu sangat tergantung kepada jenis pestisidanya masing-masing. Pestisida yang dalam waktu lama tidak mudah terurai dialam sehingga daya racunnya masih relatif tinggi, disebut pestisida yang persistent, sementara yang mudah terurai dan berubah menjadi senyawa lain dialam dalam waktu yang relatif pendek disebut pestisida yang bersifat non persisten. Untuk mengukur mudah tidaknya pestisida rusak/terurai dialam, digunakan parameter waktu paruh (Decomposition Time–50 atau DT–50) atau senyawa tersebut terurai dialam (dalam hal ini unsure alam yang sering digunakan adalah tanah, air dan udara). Berdasarkan nilainya DT-50 sangat beragam yaitu mulai dari jangka waktu jam sampai waktu tahun, tergantung dari jenis pestisidanya. Secara umum nilai DT-50 pestisida gol. Organochlor lebih besar dari pada gol. Organofosfat, lebih besar dari gol. Organocarbamat dan lebih besar dari gol. Sintetik pirethroid, artinya pestisida gol. Organochlor residunya akan lebih lama tinggal dialam (lebih sulit terurai) dibandingkan dengan gol lainnya, sebaliknya gol. Pirethroid lebih mudah terurai dialam. Jadi dengan demikian pemilihan pestisida yang akan digunakan untuk produk pertanian sebaiknya digunakan pestisida yang dinilai DT-50 nya rendah, apalagi bagi produk pertanian yang hasil produksinya dapat dikonsumsi langsung oleh konsumen, seperti sayuran dan buah-buahan. Sedangkan untuk tujuan khusus, seperti untuk pengawet kayu dari serangan sejenis rayap, sebaiknya digunakan pestisida yang nilai DT-50 nya besar.
Untuk mengetahui adanya residu pestisida sebagai salah satu dampak penggunaan pestisida, telah dibuat pedoman pengujian residu pestisida pada hasil pertanian yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida yang diadopsi dari Codex Alimentarius Commission (CAC). Melalui lembaga ini pula telah ditetapkan beberapa produk dengan Batas Maksimum Residu (BMR) pestisida pada beberapa produk pertanian. Nilai BMR inilah yang dijadikan acuan oleh imfortir di luar negeri untuk menerima atau menolak produk pertanian yang didatangkan dari luar negeri.
PENGENALAN ALAT APLIKASI PESTISIDA
Fungsi utama semua jenis alat pengendalian adalah untuk membantu mengendalikan suatu organisme pengganggu tanaman sasaran sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien. Berbagai jenis dan tipe alat pengendalian yang digunakan saat ini sebagian besar adalah alat pengendalian untuk mengaplikasikan pestisida, dan beberapa alat yang digunakan untuk pengendalian secara fisik/mekanik. Alat pengendalian untuk aplikasi pestisida bertujuan untuk menghasilkan butiran-butiran cairan atau percikan-percikan (droplet) yang berasal dari cairan yang ditempatkan di dalam salah satu bagian dari alat tersebut. Cairan yang disemprotkan dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Alat aplikasi pestisida yang efisien dapat menjamin penyebaran bahan yang rata pada sasaran tanpa pemborosan. Selain itu pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dan dengan jumlah tenaga kerja minimal.
Saat ini tersedia berbagai macam jenis alat aplikasi pestisida baik tipe maupun mereknya. Tergantung pada konstruksinya, alat semprot dapat menghasilkan butiran halus dengan diameter 100 – 200 mikron, atau butiran sedang dengan diameter 250 – 400 mikron, dan butiran besar dengan diameter lebih dari 400 mikron. Sebagai sumber tenaga dapat berupa tenaga manusia, atau mesin. Alat semprot yang memerlukan tenaga manusia tergolong dalam alat semprot manual, sedang alat semprot mesin disebut alat semprot bermotor. Untuk dapat memilih jenis alat yang efisien, serta menggunakannya dengan baik, maka setiap pemakai alat aplikasi pestisida perlu mengetahui macam serta fungsi semua komponen yang terdapat pada berbagai macam tipe alat tersebut. Pengetahuan tentang alat aplikasi pestisida akan sangat bermanfaat pula dalam usaha pemeliharaan dan mengatasi kerusakan-kerusakan alat aplikasi tersebut.
a. Alat Semprot
Macam dan tipe alat semprot antara lain:
1. Alat semprot manual
2. Alat semprot dukung semi otomatis, ada 2 macam yaitu:
• Alat semprot semiotomatis dengan pompa piston
• Alat semprot semi otomatis dengan pompa diafragma.
• Alat semprot kompresi
3. Alat semprot bermotor
• Alat semprot bermotor bertenaga hidrolik tipe gotong
• Alat semprot dukung bermotor
b. Alat Penghembus
Macam dan tipe alat penghembus antara lain:
1. Alat Penghembus Debu bermotor
2. Alat Penghembus (blower)
3. Alat penghembus pompa
4. Alat penghembus beroda
• Alat penghembus beroda tipe tangan
• Alat penghembus beroda tipe punggung
5. Emposan Tikus
Alat ini berfungsi sebagai alat penghembus asap yang diproses dari hasol pembakaran bahan baker jerami kering atau sabut kelapa kering yang dicampur dengan belerang. Komponen utama dari alat emposan tikus ini terdiri dari: unit hembus (rumah kipas, kipas, poros kipas, roda pemutar, sabuk pemutar dan engkol), tabung baker ramuan dan tutup penyulut bahan bakar. Alat ini terbuat dari logam yang tahan karat agar umur pemakaiannya lebih lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar